Apersepsi
Pernahkah kalian mendengar lagu "Nenek Moyangku Seorang Pelaut" ciptaan Ibu Soed?
Mari menyanyikan bersama yuk, berikut lirik dan videonya:
Nenek moyangku seorang pelaut
Gemar mengarung luas samudra
Menerjang ombak tiada takut
Menempuh badai sudah biasa
Angin bertiup layar terkembang
Ombak berdebur di tepi pantai
Pemuda berani bangkit sekarang
Ke laut kita beramai-ramai
Pertanyaan Pemantik
- Menurut kalian, mengapa nenek moyang kita digambarkan sebagai seorang pelaut?
Nenek moyang kita digambarkan sebagai seorang pelaut karena mereka memiliki keahlian luar biasa dalam berlayar, navigasi, dan eksplorasi laut - Apa yang kalian bayangkan saat mendengar kata "pelaut"? Apakah hanya soal perjalanan, atau ada hal lain yang dilakukan?
Sebagai pelaut, nenek moyang kita tidak hanya mengarungi lautan, tetapi juga menciptakan jalur perdagangan yang menghubungkan pulau-pulau di Nusantara. Misalnya, daerah seperti Maluku yang dikenal sebagai penghasil rempah-rempah menarik pedagang dari India, Arab, Cina, bahkan Eropa. Selain barang dagangan, tradisi, seni, dan kepercayaan juga ikut tersebar melalui jalur ini. - Bagaimana menurut kalian peran pelaut dalam kehidupan masyarakat pada zaman dulu?
Laut bukan hanya tempat mereka berlayar, tetapi juga menjadi tempat bertemunya budaya dan tradisi dari berbagai wilayah.
Pengertian dan Budaya Maritim
Maritim adalah istilah yang berhubungan dengan laut dan lautan. Secara harfiah, kata "maritim" berasal dari kata Latin "maritimus," yang berarti "yang berkaitan dengan laut."
Dalam Oxford Advanced Learner’s for Dictionaries, kata maritim diartikan sebagai ‘connecting to sea or ships; (formal) near the sea’, artinya ‘yang menghubungkan laut atau dekat dengan laut’.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, maritim memiliki arti ‘berkenaan dengan laut; berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut’.
Lautan di sekitar dan di antara pulau-pulau Indonesia tidak pernah menjadi penghalang, bahkan menjadi faktor pemersatu.
Relief pada dinding Candi Borobudur tidak hanya menjadi mahakarya seni, tetapi juga sebagai bukti nyata kejayaan maritim Nusantara. Di antara banyak relief yang menghiasi candi ini, terdapat beberapa yang menggambarkan berbagai bentuk kapal, seperti perahu lesung, kapal besar bercadik, dan kapal besar tanpa cadik. Relief ini memperkuat keyakinan bahwa nenek moyang kita adalah bangsa bahari dengan kemampuan luar biasa dalam bidang pelayaran dan pembuatan kapal.
Beragam Jenis Kapal dalam Relief Borobudur
Perahu Lesung
Perahu ini memiliki bentuk sederhana yang menyerupai lesung—wadah tradisional untuk menumbuk padi. Perahu lesung digunakan oleh masyarakat untuk aktivitas sehari-hari, seperti menangkap ikan atau berlayar di perairan dangkal. Relief ini mencerminkan kehidupan masyarakat pesisir yang sangat bergantung pada sumber daya laut.
Kapal Besar Bercadik
Kapal bercadik adalah ciri khas teknologi maritim Nusantara. Cadik, yang berfungsi sebagai penyeimbang, membuat kapal lebih stabil saat melintasi ombak besar. Kapal jenis ini menunjukkan bahwa masyarakat kuno tidak hanya menggunakan kapal untuk transportasi lokal, tetapi juga untuk perjalanan jarak jauh, seperti perdagangan antar pulau. Teknologi ini membuktikan kemampuan nenek moyang dalam beradaptasi dengan kondisi lautan yang menantang.
Kapal Besar Tanpa Cadik
Relief yang menggambarkan kapal besar tanpa cadik memberikan petunjuk bahwa nenek moyang kita juga membangun kapal untuk keperluan yang lebih kompleks, seperti mengangkut barang dagangan dalam jumlah besar. Kapal jenis ini menunjukkan tingginya tingkat keterampilan dalam arsitektur kapal dan pemahaman tentang navigasi laut.
Kemampuan Membuat Kapal: Warisan Teknologi Maritim
Relief kapal-kapal ini menjadi bukti kuat bahwa masyarakat kuno Nusantara sudah menguasai teknologi pembuatan kapal. Proses tersebut melibatkan keahlian tinggi dalam memilih bahan baku, seperti kayu yang tahan air, dan teknik perakitan yang memastikan kekuatan dan daya tahan kapal. Keterampilan ini diwariskan dari generasi ke generasi, membentuk fondasi budaya maritim yang kuat.
Kapal phinisi merupakan salah satu warisan budaya maritim Nusantara yang menjadi simbol kejayaan jalur maritim Indonesia sejak zaman dahulu. Kapal ini pertama kali dibuat oleh masyarakat Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan, dengan desain yang kokoh, indah, dan mampu menavigasi samudra luas.
Sebagai alat transportasi utama pada era perdagangan tradisional, kapal phinisi memainkan peran penting dalam menghubungkan berbagai pulau di Nusantara, membawa rempah-rempah, hasil bumi, dan barang dagangan lainnya. Kapal ini juga mencerminkan kearifan lokal dalam teknik perkapalan yang diwariskan secara turun-temurun.
Hingga kini, phinisi tidak hanya menjadi saksi sejarah jalur maritim Nusantara, tetapi juga menjadi ikon budaya yang mendunia, diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO, dan tetap digunakan sebagai daya tarik wisata dan simbol keunggulan maritim Indonesia.
Kaitan dengan Jalur Perdagangan Maritim
Selain sebagai alat transportasi, kapal-kapal ini juga menjadi kunci dalam membangun jalur perdagangan maritim Nusantara. Jalur perdagangan rempah-rempah yang menghubungkan Nusantara dengan India, Cina, dan Timur Tengah menjadi saksi penting akan peran strategis bangsa kita dalam jaringan perdagangan global. Kapal-kapal besar memungkinkan pengangkutan barang dalam jumlah besar, seperti rempah-rempah, kain, dan kerajinan tangan, yang menjadi komoditas utama perdagangan saat itu.
Relief Candi Borobudur |
Relief Candi Borobudur |
Selat Malaka: Gerbang Utama Jalur Perdagangan
Selat Malaka memainkan peran penting sebagai penghubung antara Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan. Jalur ini merupakan rute tercepat bagi kapal-kapal dagang yang berlayar dari Tiongkok ke India, dan sebaliknya. Pelabuhan-pelabuhan di sekitar Selat Malaka, seperti Sriwijaya di Sumatra, berkembang menjadi pusat perdagangan utama yang ramai. Bandar-bandar ini menyediakan tempat untuk beristirahat, memperbaiki kapal, dan bertransaksi.
Komoditas Andalan Nusantara
- Kayu Manis: Digunakan sebagai bumbu masakan, bahan pengobatan, dan parfum.
- Cengkih: Berasal dari Maluku, cengkih menjadi rempah berharga tinggi yang digunakan untuk berbagai kebutuhan, termasuk pengawet makanan.
- Pala: Rempah yang juga berasal dari Kepulauan Maluku ini sangat diminati karena kegunaannya dalam kuliner dan obat-obatan.