Yuval dalam bukunya Sapiens memberikan pengantar terbarunya pada tahun 2021 dengan fokus pada perkembangan AI yang akan mempengaruhi kehidupan manusia nantinya.
Yuval memberi contoh kata pengantar yang ditulis oleh AI dalam bahasa inggris dan kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Ia menceritakan hasil AI tersebut merupakan rangkuman informasi dan data tentangnya yang ada di internet.
Penulis buku tersebut mengaku terkesan, namun disisi lain juga merasa aman. GPT-3 tidak akan mengambil alih pekerjaannya untuk beberapa tahun ke depan.
Ada beberapa poin kekaguman Yuval pada perkembangan AI tersebut seperti rangkuman potongan yang diambil dari internet membuatnya sadar bahwa bukankah penulis buku juga melakukan hal yang sama?
Yuval juga menambahkan, selain teksnya acak, namun masih bisa dimengerti karena logikanya koheren. Meskipun ada beberapa argumen yang tidak sesuai. Hal ini yang bisa menjadi ciri bahwa ini bukan tulisan Yuval.
Hal lain yang membuat Yuval terpukau, GPT-3 ini merupakan AI yang masih primitif. Dan lihat perkembangan sekarang sudah luar biasa, misalnya mobil otonom berhasil melewati lalu lintas pusat kota Berlin.
Selama ini teknologi ditemukan manusia untuk membuat manusia lebih digdaya. AI beda, kekuasaan bisa bergeser menjauhi manusia.
AI akan segera mengerti kita lebih baik daripada kita mengerti diri sendiri. Akankah AI tetap menjadi alat di tangan kita atau kita menjadi alatnya?
Untungnya, selama sepuluh tahun terakhir, teknologi makin berkembang, pengetahuan biologi dan sejarah manusia juga berkembang.
Yuval menambahkan ada banyak penemuan berkat perkembangan teknologi tersebut. Misalnya pada 2021 ada dua penemuan fosil yang berpotensi merupakan spesies manusia baru di Israel dan Tiongkok.
Mengenai perkembangan manusia, ketika Yuval menulis Sapiens, kita baru sedikit petunjuk mengenai Homo Sapiens dan Neanderthal saling kawin. Sekarang kita memiliki lebih banyak bukti.
Banyak rincian dan perubahan pada manusia sejak Sapiens ditulis. Namun inti buku tersebut tidak berubah: Homo Sapiens paling pas dipahami sebagai hewan bercerita.
Kita menciptakan fiksi mengenai dewa-dewi, negara-bangsa, dan perusahaan--cerita itu menjadi dasar masyarakat dan sumber makna dalam hidup.
Jerman dan Britani berperang bukan karena kekurangan wilayah dan makanan, namun mereka tak dapat menyepakati satu cerita bersama.
Ribuan tahun lalu, Sang Buddha sudah berkata bahwa manusia hidup di dunia ilusi.
Ketika manusia dulu membayangkan Surga dan Neraka, sehingga berpengaruh pada perilaku mereka.
Untuk dunia yang lebih baik, tidak cukup belajar AI, kita perlu memahami akal budi manusia beserta fantasi yang dibangkitkan dan dipercayanya, dan itu jadi tugas mendesak para penyair, filsuf, dan ahli sejarah.